masyarakat Tengger di Desa Wonokitri juga memiliki
pemerintahan informal yang memimpin seluruh perkampungan yakni berupa dukun.
Sosok dukun ini sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Tengger sehingga
lebih dipercaya, disegani dan dihormati daripada pejabat administratif. Tugas
dan fungsi dukun adalah mengatur upacara adat, membimbing pemuda dalam memahami
hindu, menyimpan benda keramat, konsultan masalah adat (hajatan dan
menikahkan), dan menjaga masyarakat.
Dukun ini dianggap sebagai orang
terpandang yang selalu dihormati oleh seluruh warga dimana tidak sembarang
orang dapat menduduki jabatan tersebut. Seorang dukun memiliki jabatan yang
tidak ditentukan dan jabatan tersebut akan berpindah manakala dukun tersebut
sudah tidak mampu menjalankan tugasnya dan memutuskan untuk berhenti.
Untuk
menjadi seorang dukun diperlukan perjuangan keras yakni harus menghapal bacaan
atau mantra-mantra yang sulit, dan apabila ada orang yang sudah siap menjadi
dukun maka orang tersebut akan di tes hapalannya oleh seluruh dukun di Gunung
Bromo dengan disaksikan warga. Lembaga informal ini digunakan untuk mengikuti
aparat adat, mempersatukan adat (upacara kasada), menjaga kearifan local,
menjaga adat istiadat, penggerak ibadah dan penggerak pembangunan serta
pengikat tali persaudaraan.
pengelolaan dan perlindungan hutan dan
sumber-sumber air
Nilai kearifan
lokal pada masyarakat Suku Tengger Desa Wonokitri terkait sistem pengelolaan
dan perlindungan hutan adalah dengan mengklasifikasikan hutan dan
memanfaatkannya. Dalam wilayah Desa Wonokitri hanya terdapat kawasan hutan
lindung yang dikelola oleh pihak Perhutani. Hutan lindung ini berguna untuk
menjaga keseimbangan struktur tanah dan melestarikan tanah. Masyarakat Suku
Tengger Desa Wonokitri memiliki kesadaran yang tinggi dalam mengelola hutan.
Bukti keperdulian masyarakat Suku Tengger Desa Wonokitri dalam kegiatan ikut
serta memelihara hutan adalah dengan tidak menebang hutan secara sembarangan.
Sikap dalam pengelolaan dan perlindungan hutan ini dilandasi oleh slogan yang
dipatuhi, berbunyi “tebang satu tanam dua” yang artinya jika menebang satu
pohon, maka harus menanam minimal dua pohon yang jenisnya sama.
Penyediaan air
bersih untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari berasal dari sumber mata air alami
dari sumber air pegunungan, yaitu sumber mata air Tangor, Galingsari, Ngerong,
Krecek, Muntur dan sumber mata air Blok Dengklik yang terletak di sebelah
selatan desa. Pada tahun 1977 sistem pipanisasi diterapkan di Desa Wonokitri.
Sistem pipanisasi ini bertujuan untuk mengalirkan air dari sumber mata air
disalurkan menggunakan pipa sekitar 3 Km menuju ke bak-bak penampungan
air/tandon air (jeding desa) di Desa Wonokitri. Saluran pipa yang ada
terpisah pada 2 blok, yaitu blok barat dan blok timur yang
kemudian disalurkan ke masing-masing tandon air pada blok tersebut.
Pendistribusian air dari tandon air menuju ke rumah-rumah warga juga
menggunakan sistem pipanisasi. Hingga saat ini terdapat 3 buah tandon air dan 3
bilik bak air umum di Desa Wonokitri.
Sistempenyediaan
air bagi lahan pertanian adalah dengan membuat aliran mellaui pipa
plastik/slang. Sebagian masyarakat memanfaatkan limbah sisa hasil pembuangan
rumah tangga untuk menyirami tanaman dengan cara menampung air limbah di tempat
penampungan kemudian disalurkan melalui pipa plastik/slang ke arah tanaman yang
akan disarami. Ada juga masyarakat yang membuat saluran tersendiri untuk air
limbah, biasanya di samping rumah yang dilewatkan pipa terpendam.
dalam kehidupan sehari-hari seharusnya kita menjaga kelestarian hutan yang udah gundul karena pohon-pohon udah banyak yang di tebangin jadi air tidak bisa meresap ke dalam tanah. dan kita harus saling menjaga hutan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar