Sabtu, 19 Januari 2013

NILAI DAN BELAJAR TENTANG KEARIFAN LOKAL SASAK




           Seluruh penduduk Sasak Sade beragama Islam. Kurdap meyakini sejak dahulu leluhur mereka beragama Islam. Hanya saja keislaman mereka belum sempurna.
          
          Mushala, sebagai salah satu pilar kehidupan masyarakat Islam, menjadi satu-satunya bangunan yang berbeda di Sade. Dinding dan atapnya sama dengan rumah yang lain, namun lantainya terbuat dari keramik. Tempat wudhunya terbuat dari gentong besar. Seperti umumnya mushala, di dalamnya terdapat mimbar, mikrofon dan pengeras suara.
      
Meski begitu, budaya gotong royong tetap mereka lestarikan. Saat rumah salah seorang warga mengalami kerusakan, para tetangga dengan sukarela memperbaikinya. Mulai dari menganyam alang-alang untuk atap, menaikkan atap, mengganti dinding, semua dilakukan bersama.
           Sebagai desa adat yang memiliki daya tarik wisata, Dusun Sade mampu menyediakan lahan pekerjaan untuk masyarakatnya, terutama para pemuda. Misalnya, sebagai pemandu wisata para turis.
           Dusun Sade mengandalkan dana dari Dinas Pariwisata untuk mengelola daerahnya. Karena itu, pengunjung tak dikenai biaya sepeserpun. Pengelola hanya meletakkan kotak donasi di pintu masuk. Dana itu dimanfaatkan untuk kepentingan sosial, seperti  pembangunan masjid, santunan untuk warga yang sakit atau meninggal dunia dan bantuan pendidikan. Semua dana yang diperoleh, mereka kelola secara transparan dan harus dipertanggungjawabkan setiap tahun.
           Sistem pengelolaan dusun seperti yang dilakukan masyarakat Sade memperlihatkan bahwa mereka memiliki jati diri yang kuat. Mereka mampu mengombinasikan modernisasi dengan nilai-nilai lokal yang mereka yakini kebenarannya. Dan, ternyata, paduan kedua hal tersebut menjadikan mereka unik. Mari, petik pelajaran dari kearifan suku Sasak Sade.
Nilai kearifan suku sasak
1. Krama sebagai lembaga adat :
a. Krama banjar urip pati, yaitu suatu (kelompok adat atau perkumpulan) masyarakat adat yang anggotanya terdiri atas penduduk di suatu kam-pung/dusun (dasan) atau berasal dari beberapa dasan, yang keanggotaannya berdasarkan dan mem-punyai tujuan yang sama. Krama banjar lebih banyak bergerak pada banjar yang terkait urusan orang hidup dan orang yang mati. Jenisnya antara lain krama banjar subak, krama banjar merariq, krama banjar mate, dan krama banjar haji.
b. Krama gubuk, yaitu bentuk krama adat yang ber-anggotakan seluruh masyarakat dalam suatu gubuk (dasan, dusun, kampung) tanpa kecuali. Keanggotaan krama tidak memandang bulu asalkan secara adat dan administratif yang bersangkutan adalah pen-duduk yang sah di dalam gubuk.
c. Krama desa, yaitu majelis adat tingkat desa, terdiri dari Pemusungan (Kepala Desa Adat), Juru Arah (Pembantu Kepala Desa), Lang-Lang Desa (Kepala Keamanan Desa), Jaksa (Hakim Desa), Luput (Koordinator Kesejahteraan Desa), Kiai Penghulu.
2. Krama sebagai aturan pergaulan sosial :
a. Titi krama, merupakan adat yang diatur awig-awig sebagai hasil kesepakatan adat dari seluruh rnasyarakat adat. Jika dilanggar, dikenakan sanksi sosial atau sanksi moral seperti adat bejiran (bertetangga), adat nyangkok (menginap di rumah pacar).
b. Bahasa krama, merupakan budi pekerti, sopan santun atau tata tertib adat yang diatur dalam awig-awig adat yang harus dilakukan dengan bahasa lisan dan bahasa tubuh yang santun dan tertib, dilakukan dengan penuh tertib-tapsila. Dalam bahasa krama terdapat beberapa kaidah dan tata bahasa yang termuat dalam kearifan lokal masyarakat Sasak, antara lain: tata bahasa, indit bahasa, rangin bahasa, paribahasa.
c. Aji krama, merupakan harga adat komunitas atau juga harga status sosial seseorang atau nilai martabat kekerabatannya seseorang yang terkait dengan hak adat dalam komunitas, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat adat secara umum. Aji krama ini mencerminkan pengakuan terhadap status sosial sesorang dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar